Generasi Z Lebih Konsumtif Menurut Riset, Apakah Benar Demikian?
Generasi milenial kerap dikatakan sebagai generasi yang memiliki sisi kreatifitas tinggi serta berani mengambil tantangan yang beresiko. Hal itu tergambar dari karakteristik mereka yang secara umum memiliki ide-ide cemerlang, inovatif sekaligus produktif. Beda lagi dengan generasi penerusnya yang di istilahkan dengan sebutan generasi Z. Generasi ini merupakan generasi yang diilustrasikan cenderung lebih aktif dan melek dengan dunia teknologi.
Kedua generasi dinilai punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Namun khusus untuk generasi Z, survei terbaru menyebut jika mereka cenderung lebih konsumtif.
Menurut survei APJII yang diselenggarakan pada tahun 2018, mendapatkan hasil bahwa penetrasi internet di Indonesia telah berada diatas 50 persen dari total 262 juta jiwa penduduk Indonesia, atau jika dikonversikan dengan jumlah yang riil maka sudah mencapai sekitar 143,26 juta orang. Menariknya, dari seluruh pengguna internet tersebut, 49 persennya berasal dari generasi milenial dan generasi Z.
Menariknya, mereka menggunakan Internet bukan hanya untuk berkomunikasi atau mengonsumsi konten, tapi juga melakukan transaksi. Misalnya, berbelanja produk fashion, makanan, atau produk lainnya yang mereka butuhkan.
Bisa Menyebabkan Perilaku Hidup Konsumtif
Kebiasaan generasi Z berbelanja secara online menimbulkan banyak dampak positif dan negatif, tergantung dari sudut pandang efektivitasnya. Dampak positifnya, pergerakan jadi lebih cepat karena dunia maya menghilangkan hambatan dan limitasi yang muncul saat bertransaksi secara fisik.
Contohnya, dengan bertransaksi lewat online, mereka tidak perlu lagi menghabiskan waktu berjalan-jalan ke toko demi mencari produk yang diinginkan. Mereka pun tidak perlu keluar-masuk toko untuk membandingkan satu produk dengan produk sejenisnya.
Namun dibalik dampak baiknya, ada banyak dampak buruk yang harus diwaspadai. Kemudahan dalam bertransaksi lewat dunia maya bisa menyebabkan generasi Z menjadi lebih konsumtif.
Menurut pengamat digital lifestyle, Ben Soebiakto, resiko menjadi lebih konsumtif disebabkan karena banyak faktor, salah satunya adalah pengaruh peer pressure dari komunitas atau lingkaran pertemanan, lingkungan dan lainnya.
Faktor Utama Disebabkan Lingkungan dan Influencer
Seorang anak milenial generasi Z akan merasa tertekan untuk ikut membeli barang-barang tertentu jika teman-teman di dalam lingkungan, atau komunitasnya juga menggunakan atau memiliki barang tersebut. Jadi kalau satu ikut, maka mereka akan ikuti semua.
Yang kedua adalah pengaruh dari influencer di media sosial. Bagi kebanyakan generasi Z, seorang influencer merupakan panutan yang harus diikuti, terutama masalah gaya hidup dan lainnya. Untuk yang satu ini, tergantung pada kegemaran dan ketertarikannya masing-masing.
Biasanya, influencer yang memproduksi konten wajib punya jumlah pengikut yang banyak. Mereka biasanya bekerja sama dengan label atau brand untuk mempromosikan produk mereka alias endorsement, misalnya kosmetik, brand pakaian, dan lainnya.
Saat tokoh idolanya menggunakan produk tersebut, anak-anak generasi Z pun umumnya akan ikut menggunakan atau memiliki produk tersebut. Minimalnya, dia tahu produk seperti apa yang digunakan idolanya, dan menjadikannya sebagai brand prioritas.
Bahkan menurut Ben, saat ini endorsement lewat influencer di media sosial jauh lebih efektif menjangkau anak muda, ketimbang promosi atau pemasangan iklan di televisi.
Yang lebih menarik, riset tersebut menjelaskan jika generasi Z yang paling konsumtif adalah datang dari kalangan first jobbers, atau mereka yang baru mendapatkan pekerjaan. Umumnya mereka masih berada di range usia 20an, atau bahkan kurang untuk lulusan SLTA/Sederajat.
Hal ini disebabkan karena mereka baru saja mulai mendapat dan memegang uang hasil keringat sendiri, dan masih bisa menggunakan seluruh pendapatan tersebut untuk dirinya sendiri (belum ada tanggungan apapun). Bahkan first jobbers ini dinilai jauh lebih konsumtif.
Tentu ini bukan hal yang positif. Dibutuhkan keseriusan dari para orangtua atau generasi sebelumnya, agar generasi Z ini bisa memahami tentang pentingnya pengelolaan keuangan, dan arahkan mereka untuk membelanjakan uangnya untuk hal-hal yang lebih produktif.